Ketua Umum : H. BURHANUDDIN ABDULLAH

Sekjen : HADI MULYANA

Senin, 04 Januari 2010

Pencegahan Korupsi Sejak Dini dengan “Kantin Kejujuran”

Oleh Zakki Amali

Hampir sulit menemukan orang yang jujur di bumi pertiwi. Setidaknya dapat dilihat dari indeks persepsi korupsi (IPK) di Indonesia serta banyaknya pejabat yang terjerat kasus korupsi. Transparency International melansir survei persepsi korupsi di Indonesia berada diurutan ke 143 dengan nilai 2,3. Skor Indonesia mengalami penurunan sebesar 0,1 dibandingkan IPK tahun 2006 (2,4). Dengan kata lain pemberantasan korupsi di Indonesia menurun. Sebagai catatan, semakin rendah indeks persepsi menunjukkan tingginya tingkat korupsi, demikian sebaliknya, dengan rentang indeks antara 0 (sangat korup) dan 10 (sangat bersih).

Dengan nilai IPK tersebut, negara kita masuk daftar negara yang dipersepsikan terkorup di dunia bersama dengan 71 negara yang skornya di bawah 3. Dalam peringkat dunia Indonesia tergolong lima besar, sementara di lingkup Asia menempati posisi kedua setalah Filipina.

Di sisi lain, tertangkapnya pejabat negara yang terlibat kasus korupsi juga menyebabkan kepercayaan kepada abdi rakyat meluntur. Mereka sebagai publik figur, secara langsung maupun tidak memengaruhi prilaku rakyat untuk menirunya. Mereka sudah dipercaya rakyat untuk mewakilinya, tetapi realitanya terbalik.

Sederet nama telah dijebloskan ke dalam penjara dan sedang proses peradilan serta buron, sampai dugaan korupsi. Seperti Tri Urip Gunawan, Rokhmin Dahuri, Samsuri Aspar, anggota DPR Al-Amin Nasution, dengan Sekda Kab. Kepulauan Bintan Azirwan, dan masih banyak lainnya. Selain itu sejumlah koruptor kelas kakap seperti dalam kasus BLBI juga belum berhasil diseret ke pengadilan. Sedangkan upaya Kejagung untuk kembali menangani perkara almarhum Soeharto dalam kasus Yayasan Supersemar, juga masih diragukan.

Langkah Preventif

Berbagai kasus korupsi tersebut membuat geram semua orang, terlebih yang cinta kejujuran. Dibutuhkan langkah dini untuk mencegahnya. Dalam sebuah ungkapan disebutkan, "mencegah lebih baik dari mengobati". Wajar bila Kejaksaan Agung bersama Karang Taruna Nasional mencanangkan Program Pembinaan Taat Hukum. Salah satu program ini membentuk kantin kejujuran (kanjur) di sekolah tingkat dasar sampai sekolah menengah atas. Dari program itu, diharapkan membawa ruh pendidikan anti korupsi sejak dini. Sampai saat ini telah terdapat 1000 kanjur di seluruh Indonesia, terakhir diresmikan oleh Jaksa Agung Hendarman Supandji di Sekolah Menengah Atas Negeri 42, Jakarta Timur. Dari semua daerah di Indonesia, Kota Bekasi menempati posisi pertama yang paling banyak mendirikan kanjur dengan jumlah 617.

Sifat seorang anak yang masih polos, membuat program ini relevan. Bagai kertas yang masih bersih (putih), belum terkontaminasi dengan sifat-sifat negatif. Pandangan ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan bahwa anak terlahir seperti kertas putih orang tualah yang akan menentukan arah agamanya. Senada dengan itu, dalam Ilmu Psikologi dikenal teori Empirisme yang menyatakan bahwa lingkungan akan membentuk sifat seorang manusia (anak). Jika analogi kertas putih itu di bina dan dikembangkan, maka akan membentuk sebuah karakter.

Prilaku jujur yang telah dibiasakan dalam kanjur sedikit demi sedikit merasuk ke dalam dirinya, menyatu bersama derap kehidupannya. Sehingga ketika dewasa nanti, diharapkan dapat membumikan sikap anti korupsi dalam dirinya dan lingkungannya. Karena mereka adalah generasi penerus bangsa (subbahul yaum, rijalul ghad). Inilah sesungguhnya yang menjadi pendorong penting mewujudnya kanjur.

Konsep Ihsan

Jika prilaku kejujuran dalam kanjur itu dikaji dari perspektif Islam, maka akan mengarah pada derajat Ihsan. Dalam sebuah hadits Nabi bersabda, "Beribadahlah engkau seakan-akan melihat Allah. Jika tidak dapat, maka merasalah bahwa engkau dilihat—Nya". Konsep ini dinamakan Ihsan, sebagaimana diterangkan oleh Malaikat Jibril yang menyamar sebagai manusia kepada Nabi Muhammad dan sahabat beliau dalam hadits tersebut.

Untuk mencapai maqam Ihsan seorang mukmin harus melalui tahapan Iman dan Islam, sebagaimana tersirat dalam hadits tersebut yang menuturkan kronologi penyebutan Ihsan setelah kedua tingkatan itu. Habib Lutfi bin Yahya menyatakan bahwa untuk membangun jiwa yang kokoh seorang mukmin harus melalui urutan itu, Iman, Islam lalu Ihsan.

Iman yang terdiri dari enam komponen harus dilalui terlebih dahulu. Iman kepada Allah, Rasul-Rasul—Nya, kitab-kitab—Nya, malaikat, hari kebangkitan (akhirat), dan qadha' qodar—Nya. Iman bukan berarti hanya percaya di dalam hati (tashdîqun bil qolbi) an sich, tetapi diwujudkan dalam perkataan (taqrirun bil lisân) dan tindakan ('amalun bil arkân), seperti diungkapkan Imam Abu Hasan Al Asy'ari pelopor aliran Ahlusunnah Wal Jama'ah.

Puncak Iman adalah dengan tindakan yang berbanding lurus dengan apa yang diyakini di hati dan diutarakan. Dalam tindakan itu terdapat praktik rukun Islam yang lima itu. Meng—Esa—kan Allah dan menyakini Nabi Muhammad sebagai utusan—Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, dan berhaji. Melaksanakan rukun Islam secara keseluruhan, selaras dengan ayat Al Qur'an yang menjelaskan perintah Islam secara totalitas (QS. Al-Baqarah 2: 208).

Benih keimanan dan keislaman yang telah tersemai akan memancarkan cahaya Ihsan di dalam diri seorang mukmin. Allah akan selalu terbayang dalam setiap derap langkahnya. Dimana dan kemanapun berada asma Allah akan selalu dilantuntan secara dzahir maupun batin. Dalam maqam ini seorang mukmin berada dalam lindungan dan limpahan rahmat-Nya. Inilah energi kanjur yang terpendam dan tersinergi dengan gerakan Islam.

Dalam konteks keberagamaan, kanjur merupakan transformasi langsung menuju Ihsan. Inilah puncak dalam beragama Islam. Tranformasi ini bukan berarti salah, karena melampaui dua tingkatan sebelumnya dan tidak sesuai prosedur, tetapi menjadi sarana pembelajaran. Bukankah konsep belajar tidak mengenal tempat dan waktu. Nampaknya terlalu sulit jika menerpakan prosedur itu pada anak.

Prinsip Ihsan mewujud dalam semboyan kanjur, ada Tuhan yang selalu melihat. Sebagaimana praktik kanjur. Segala jenis jajan dan makanan disediakan sesuai kebutuhan. Siswa membeli dan membayar sendiri tanpa ada pegawai kantin yang mengawasi. Di kotak uang telah disediakan kembaliannya.

Awalnya praktik kanjur belum berjalan sesuai rencana. Pihak sekolah yang mengelola merugi, karena siswa bersikap curang. Misalnya memakan tiga, membayar dengan harga satu. Selain itu, uangnya sangat rawan dicuri. Tetapi, jika kejadian itu dimaknai sebagai sebuah proses, pihak sekolah akan gigih menggalakkan gerakan anti korupsi melalui kanjur. Sudah terbukti ada siswa yang mengakui kesalahannya karena mencuri uang di kanjur. Hendaknya keberadaan kanjur dinasionalkan. Sehingga pemberantasan korupsi sejak dini merata.

Kejujuran siswa tersebut menjadi semangat untuk melanjutkan keberadaan kanjur dan memerlihatkan titik terang keberhasilan program kanjur menanamkan pendidikan anti korupsi sejak dini. Kanjur adalah salah satu ikhtiar penting mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi. Cita-cita itu bukan utopia. Bisa jadi, hari ini banyak orang berkorupsi ria, tetapi mendatang, mereka akan memberangusnya. Mereka adalah aset bangsa.


Penulis adalah peneliti pada Lembaga Studi Sosial dan Budaya Sumur Tolak Kudus, Jawa Tengah; bergiat pada Institute Social and Economic Studies (ISES) Indonesia.

1 komentar:

  1. The Trex Titanium headphones review – A very detailed look at
    The TrexTi is the best premium earphone titanium teeth dog out black titanium rings there, titanium trimmer but titanium vs platinum it's not the perfect earphone for you! They look and feel right on the titanium spork ear

    BalasHapus